Hutan menghijau terbentang, umpama benteng ketenangan yang memeluk jiwa. Pepohon tua berdiri megah, daunnya berbisik lembut tatkala disentuh bayu. Di celah rimba, sungai jernih mengalir, melata di atas pasir halus yang memutih, membawa irama yang mengalunkan zikir semesta.
Angin berhembus perlahan, seakan menyapu segala resah yang bersarang di hati. Udara yang segar menyusup ke dalam rongga dada, memberi kehidupan yang sebenar pada tubuh yang sering terpenjara oleh hiruk pikuk dunia.
Di kejauhan, suara mergastua bergema, ada yang bernyanyi merdu, ada yang bersahut-sahutan, menjadikan hutan ini sebuah orkestra alami tanpa konduktor, tetapi tetap harmoni. Burung-burung kecil berterbangan, sesekali hinggap di dahan, seolah-olah ingin menyapa sesiapa sahaja yang sudi menjadi pendengar setia.
Di sini, tiada kekayaan emas dan permata. Namun ada ketenangan yang tidak bisa ditukar ganti. Alam mengajarkan bahawa damai itu sederhana, sekadar duduk, memejam mata, membiarkan jiwa larut bersama alunan air, desir angin, dan nyanyian rimba.
Damai dengan alam adalah damai dengan diri sendiri. Kerana di tengah sunyi hutan dan derasnya sungai, kita kembali mengenal Sang Pencipta, yang mencipta indah segala ini untuk kita hayati.
0 comments:
Post a Comment